Rudy Habibie (2016)

Film Rudy Habibie (Habibie Ainun 2) bercerita tentang masa muda dari seorang visioner bernama rudy (panggilan kecil B. J. Habibie). Jadilah mata air, itu pesan almarhum ayahnya yang selalu diingat Rudy Habibie. Pesan itu yang membawanya terbang kuliah di teknik penerbangan universitas rwth di kota aachen demi mewujudkan keinginannya membangun industri dirgantara di indonesia. Di aachen, rudy tak hanya harus belajar membuat pesawat tapi juga belajar arti persahabatan.

Film ini menceritakan tentang kehidupan masa muda seorang visioner dan teknokrat, bapak Presiden Republik Indonesia ketiga yaitu Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie yang dikenal dengan nama Rudy Habibie. Awal film ini mengisahkan waktu kecil Rudy yang hidup bersama Ayah dan Ibunya yaitu Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Rudy merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Ayahnya merupakan seorang ahli pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo keturunan Bugis sedangkan Ibunya berasal dari etnis Jawa.

Rudy memanglah anak yang berbeda dengan anak anak kecil lain seusianya. Rasa ingin tahunya membuat Rudy selangkah lebih maju. Karena rasa ingin tahu dan kekeraskepalaan Rudy, banyak konsep cara kerja benda dia pahami sebelum mendapatkan teori fisikanya. Bila bermain adalah cara Rudy mendapatkan masalah, sekolah dan buku adalah cara dia mengakses jawaban dari permasalahan yang dihadapinya. Tapi karena fokusnya yang berbeda akhirnya Rudy menjadi anak yang bisa dianggap aneh, gagap dan hanya mau berurusan dengan apa yang dia suka saja. Bahkan gara-gara dia mau melihat balon terbang, teman-teman sekelasnya jadi tak sengaja mengumpulkan kondom bekas dari pelabuhan karena mereka pikir itu balon.

Rudy Habibie merupakan anak yang cerdas, saleh dan sangat dekat dengan Ayahnya, hal ini dibuktikan dengan kasih sayang dan pengharapan ayah yang sangat besar kepada Rudy. Ayah Rudy selalu menanamkan nilai-nilai pendidikan dan spiritual terhadap anaknya. Iya mengajarkan ilmu agama yang baik, memberikan motivasi dan dorongan untuk Rudy. Beliau mengajarkan kepada Rudy agar selalu menjadi Mata Air yang dapat mengalir jernih dan berguna untuk sekitarnya. Dan pesan itulah yang sangat diingat oleh Rudy sehingga dapat menjadi orang yang hebat seperti sekarang.

Demi melanjutkan pendidikannya, Rudy berangkat ke Jakarta tak lama setelah peringatan 40 hari meninggalnya Papi (sebutan untuk ayahnya). Rudy bersekolah di sekolah internasional setingkat SMP dan SMA di depan Stasiun Kereta Api Gambir. Nama sekolahnya Carpentier Alting Stichting (CAS). Sekolah terbaik di Jakarta pada saat itu. Karena tak betah, pada Desember 1950, Rudy bertolak ke Bandung. Rencana Rudy bersekolah di Bandung disetujui oleh Mami. Tapi di sana Rudy malah diturunkan kembali ke SMP karena tak bisa bahasa Indonesia sebelum dia boleh masuk ke SMA Kristen. Sepanjang SMA Rudy menjadi bintang sekolah. Nilai ilmu pastinya selalu sempurna walau di pelajaran lain nilainya rendah. Karena kecerdasaanya Rudy dijodoh-jodohkan oleh Go Ke Hong (guru ilmu pasti) dengan Ainun, adik kelasnya, yang sama pintarnya. Tapi karena ejekan itu lah Rudy malah mengejek Ainun ‘jelek’ agar tak terus menerus dijodohkan. Rudy pada saat itu sudah menjalin hubungan dengan Farida, kakak kelasnya.

Setelah lulus SMA, Rudy Habibie memberanikan diri untuk melanjutkan pendidikannya di Teknik Penerbangan Universitas RWTH Kota Aachen Jerman demi mewujudkan cita-citanya untuk membuat pesawat terbang. Bukan hanya belajar membuat pesawat terbang, tetapi di sana Rudy juga harus belajar hidup dalam kondisi terbatas, rasa rindu tanah air, dan arti persahabatan, cinta, juga pengkhianatan bersama para mahasiswa Indonesia yang baru dikenal nya di sana.

Pada Agustus 1955 Rudy sempat menyaksikan Bung Karno pidato pada saat kunjungannya ke Bonn. Inti pidato itu, Bung Karno menekankan pentingnya kemandirian di sarana-prasarana perhubungan di Indonesia. Untuk menghubungkan pulau-pulau di Indonesia dibutuhkan kapal untuk barang dan pesawat terbang untuk barang dan manusia. Karena itu, sangat dibutuhkan teknisi dan sarjana yang memiliki keahlian di bidang perhubungan laut dan udara, sehingga mahasiswa yang mendapatkan beasiswa Jerman memang diharapkan mampu membuat kapal dan pesawat sendiri untuk Indonesia.

Tinggal di negeri orang tanpa beasiswa membuat Rudy harus menghemat biaya pengeluarannya. Agar menghemat uang yang memang pas-pasan, Rudy mengambil rumah murah di pinggir kota. Di sana Rudy tinggal di rumah keluarga Neuefeiend di Frankenberg Str 16, Aachen. Kamar yang disewanya tak punya kamar mandi dan pemanas. Hanya ada wastafel, toilet untuk buang air kecil dan besar, tetapi tidak boleh dipakai untuk mandi. Dia sering berada di perpustakaan hingga tempat itu tutup. Dia senang karena di sana hangat, bisa minum, dan kadang-kadang malah diberi apel oleh penjaga perpustakaan. Karena tak ingin membuang-buang waktu selama di sana, ketika teman-teman Indonesianya memilih untuk kerja praktik di Jerman demi menambah pengalaman dan mendapatkan honor, Rudy langsung mengikuti ujian Studienkollegs. Akibatnya, Rudy menjadi satu-satunya calon mahasiswa dari Indonesia yang mengikuti ujian tersebut. Hasil ujian Rudy ternyata mencengangkan, ia mendapatkan nilai hampir 10. Rudy kemudian terkenal sebagai mahasiswa yang qualified dan cerdas. Rudy punya target bahwa dia harus bisa menyelesaikan kuliah setinggi-tingginya dalam waktu secepat-cepatnya. Rata-rata mahasiswa Aachen membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk bisa lulus hingga jenjang S-3 atau mendapat gelar Dr. Ing. pada saat itu.

Di Aachen Jerman, Rudy menjadi dekat dengan Lim Keng Kie, seorang keturunan Tionghoa. Ayu, seorang adik putri Keraton Solo. Poltak, pemuda Batak yang jujur dan jenaka. Dan Peter, seorang mahasiswa senior. Namun demikian juga terdapat Ilona, mahasiswi keturunan Polandia yang sempat memberikan arti cinta kepada Rudy Habibie, meskipun beda negara, tetapi justru Ilona lah yang paling percaya pada cita-cita Rudy. Karena tak mudah bagi Rudy untuk mendapat dan mencari seorang teman yang sepaham dan mau mendukungnya. Rudy juga harus berhadapan dengan Panca dan teman-temannya. Yang merupakan mantan dari Tentara Pelajar yang diberikan penghargaan oleh negara dalam hal ini Bapak Ir.Soekarno dengan pembiayaan melanjutkan pendidikan di Jerman. Beda dengan Rudy yang hanya dengan biaya sendiri melanjutkan pendidikan tersebut yang ditandai dengan perbedaan warna Paspor diwaktu itu.

Di Jerman Barat pula Rudy tumbuh menjadi Indonesia. Selain sibuk menuntut ilmu, Rudy juga tak ketinggalan ikut aktif di organisasi mahasiswa. Ini yang membuatnya mulai tak gagap lagi karena sering berdebat. Kemunculan PPI di Eropa memicu mahasiswa-mahasiswa di tiap negara Eropa untuk membuat cabang dari Perhimpunan Pelajar Indonesia. Akhirnya, PPI Jerman didirikan pada 4 Mei 1956 di Bad Godesberg, Bonn, yang menaungi 11 cabang PPI, termasuk PPI cabang Aachen. Pada saat itu, ada tiga orang yang dipilih untuk menjadi pengurus PPI Aachen. Sebagai ketua, ditunjuklah Peter Manusama, yang dikenal sebagai pribadi yang penyabar. Rudy yang penuh semangat ditunjuk menjadi sekretaris PPI. Keng Kie punya tanggung jawab besar karena dia yang ditunjuk sebagai bendahara.

Pada 1957, Rudy terpilih menjadi ketua PPI Aachen. Program pertama yang Rudy gagas adalah membuat klubraum, sebuah tempat berkumpul dan berdiskusi. Dalam mempertahankan gagasannya, Rudy menghadapi banyak masalah-masalah yang selalu bermunculan dan menghambatnya mengadakan Seminar Pembangunan tersebut. Dimulai dari ditentangnya oleh duta besar Indonesia di Jerman, para seniornya di Hamburg dan juga ditindas oleh pemerintah Jerman sendiri yang mengganggapnya sebagai ancaman negara. Gara-gara memaksakan kehendaknya, Rudy sempat jatuh sakit dan didiagnosa oleh tim medis bahwa dirinya mengidap Tuberculosis Tulang.

Karena mendengar berita, Mami (Sebutan untuk Ibunya) menjenguk Rudy di Jerman. Mami Rudy pun sempat bertanya-tanya tentang kisah jatuh cinta Rudy dengan seorang perempuan kelahiran Polandia bernama Illona Ianovska. Sebelumnya Rudy mendapat perhatian penuh dari Ayu, adik putri keraton Solo tapi gak ditanggapin. Pada akhirnya kisah cinta Rudy juga gak berjalan lancar. Mami Rudy menemui Illona serta membujuknya pindah agama dan tinggal di Indonesia. Illona yang merasa Rudy tidak sepenuh hati mencintainya menantang Rudy untuk memilih antara dirinya atau Indonesia. Karena begitu besar Cintanya terhadap Indonesia, Di stasiun kereta Rudy memilih pilihannya dan meninggalkan Illona.

Inilah Rudy, kisah masa muda Sang Visioner yang berani dan mampu mengejar cita-cita demi bangsanya. Kisah tentang perjalanan tumbuh dewasa seorang anak laki-laki dan Indonesia yang masih belia. Kisah tentang kehilangan, tentang kecewa, tentang cinta, tentang bahagia dan duka yang beriringan, serta pencarian atas cinta sejatinya.